Wagub Sulbar Tegas: Sengketa Lahan Sawit Harus Diselesaikan!

Fathir
Wakil Gubernur Sulbar Salim S. Mengga bersama Bupati Pasangkayu Yaumil Ambo Djiwa. Foto: Ist

PASANGKAYU, iNewsMamuju.idWakil Gubernur Sulawesi Barat, Salim S. Mengga, turun langsung menyikapi sengketa agraria yang telah berlangsung puluhan tahun antara masyarakat dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Pasangkayu. Pada Selasa sore, 13 Mei 2025, Salim bertatap muka dengan warga di Dusun Lembah Harapan, Desa Jengeng Raya, Kecamatan Tikke Raya.

Pertemuan tersebut dihadiri Bupati Pasangkayu Yaumil Ambo Djiwa, sejumlah pejabat provinsi dan kabupaten, aparat keamanan, serta tokoh masyarakat. Dalam sambutannya, Salim menegaskan bahwa tujuan kehadirannya bukan mencari siapa yang salah, melainkan mencari solusi nyata. Ia memerintahkan instansi terkait—ATR/BPN, Dinas Perkebunan, Dinas Kehutanan, dan Biro Hukum—untuk segera mengkaji dan menyelesaikan konflik yang dinilainya terlalu lama dibiarkan.

"Saya tidak mau dengar kalau ini masalah susah diselesaikan. Harus bisa. Ini negara hukum, tidak boleh ada yang semena-mena," tegas Salim. Ia juga mengingatkan agar tak ada pejabat yang "gelap mata" bekerja sama dengan perusahaan.

Salim menambahkan, perusahaan boleh beroperasi selama menaati aturan. Namun bila melanggar, pemerintah tak segan mengevaluasi izinnya. Ia juga berkomitmen menghadap para direksi di Jakarta jika perlu untuk menyelesaikan masalah ini.

Senada dengan itu, Bupati Yaumil menekankan bahwa penyelesaian konflik ini berada di tangan pemerintah provinsi sebagai perpanjangan tangan pusat. Ia berharap dialog langsung dengan pimpinan perusahaan di Jakarta dapat melibatkan masyarakat.

Tokoh masyarakat Pasangkayu, Yani Pepy, mengungkapkan bahwa banyak perusahaan sawit diduga merambah lahan di luar izin Hak Guna Usaha (HGU), hingga menyebabkan tumpang tindih antara HGU dan sertifikat hak milik masyarakat. Bahkan, tercatat 1.372 bidang sertifikat warga yang bersinggungan dengan wilayah HGU.

Yani juga menyebut beberapa fasilitas umum—seperti kantor polisi, sekolah, hingga desa Pakawa—berada di atas lahan yang telah diberikan HGU kepada perusahaan. Selain itu, terdapat pula tumpang tindih antara kawasan hutan lindung dan HGU milik PT Pasangkayu dan PT Letawa. Dugaan penyebabnya adalah pengukuran oleh BPN yang dilakukan sebelum proses pelepasan kawasan hutan diselesaikan.

"Masalah ini berakar dari pembukaan lahan oleh perusahaan tanpa izin awal yang memadai. Ketika izin resmi keluar, luasannya lebih kecil dari lahan yang sudah mereka buka," jelas Yani.

Ia menyimpulkan bahwa sebagian perusahaan telah menelantarkan lahannya, sehingga dikuasai masyarakat tanpa adanya protes dari perusahaan—yang seharusnya menjaga wilayah konsesinya.

Pertemuan ini menjadi langkah awal pemerintah provinsi dalam menangani serius konflik agraria yang berlarut-larut. Warga berharap tidak hanya janji, tapi ada penyelesaian konkret yang adil bagi semua pihak.

Editor : A. Rudi Fathir

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network