Teror Tolak Tambang: Zulkarnain Diancam Dibunuh, Salim Kancil Kembali Dikenang

MAMUJU, iNewsMamuju.id – Ancaman pembunuhan kembali menghantui pejuang lingkungan. Zulkarnain, koordinator aksi penolakan tambang pasir di Kecamatan Kalukku, Mamuju, Sulawesi Barat, mengaku mendapat teror serius yang mengancam keselamatannya. Peristiwa ini langsung mengingatkan publik pada tragedi kemanusiaan yang menimpa Salim Kancil, petani asal Lumajang, Jawa Timur, yang dibunuh secara brutal karena menolak aktivitas tambang pasir ilegal pada 2015 silam.
Zulkarnain bersama warga tergabung dalam forum penolakan tambang telah berupaya menyampaikan aspirasi secara damai. Pada Juni lalu, mereka menyurati Bupati Lumajang saat itu, As’at Malik, untuk mengadakan audiensi, namun tidak mendapat tanggapan. Puncaknya, pada 9 September 2015, forum melakukan aksi damai dengan menghentikan aktivitas tambang pasir di Balai Desa Selok Awar-Awar. Aksi itu menghasilkan surat pernyataan dari Kepala Desa untuk menghentikan kegiatan tambang.
Namun, di hari yang sama, Salim Kancil dan beberapa warga mulai mendapat teror pembunuhan. Mereka menduga ancaman itu datang dari kelompok yang disebut “Tim 12”, yang diketuai seorang pria bernama Desir. Meski laporan telah disampaikan ke aparat, tak ada tindak lanjut berarti.
Tepat pada 26 September 2015, Salim Kancil diseret dari rumahnya oleh sekelompok orang, dianiaya secara keji di Balai Desa, dan akhirnya tewas mengenaskan. Peristiwa ini mengejutkan publik nasional dan menjadi simbol lemahnya perlindungan terhadap warga yang membela lingkungan hidup.
Kini, dengan teror yang dialami Zulkarnain, luka lama itu kembali terbuka. Ini bukan sekadar ancaman personal, melainkan cermin dari pola kekerasan sistematis terhadap warga yang menolak eksploitasi alam di wilayahnya.
“Kami mendesak Polda Sulawesi Barat dan Polsek Kalukku untuk segera mengusut tuntas kasus ini. Jangan sampai Salim Kancil kedua terjadi. Di negeri ini, nyawa jangan sampai lebih murah dari tambang,” tegas Taufik Rama Wijaya.
Kasus Zulkarnain menunjukkan bahwa perjuangan lingkungan di Indonesia masih sangat rawan intimidasi dan kekerasan. Jika aparat penegak hukum kembali abai, sejarah kekerasan atas nama tambang bisa kembali terulang.
Editor : A. Rudi Fathir