MAMUJU, iNewsMamuju.id - Kecemasan kini melanda nelayan atas nencana reklamasi pembangunan dermaga oleh PT. Aneka Bara Lestari dibibir pantai, di Desa Labuang Rano, Kecamatan Tapalang Barat Kabupaten Mamuju. Sebab sepanjang area laut Tappalang Barat, Simboro, Tanjung Rangas hingga ke Tanjung Ngalo merupakan area tangkap Nelayan.
Sepanjang pesisir itu, Nelayan (Pappuka tuing-tuing, Paccumi, Pallayur, Parroppo) biasanya memulai aktivitas, sejak dini hari pukul 05.00 WITA hingga petang, nelayan membentangkan jaringnya.
"Pappukka tuing-tuing biasanya memulai aktivitas dari jam 5 subuh sampai sore, membentangkan pukaknya di laut mulai dari Tanjung rangas mengikuti arus laut hingga sampai di tanjung ngalo, bila belum sampai malam dan hasil tangkapan masih kurang biasanya Iya kembali lagi ke tempat awal di Tanjung rangas," Kata Kardi, Nelayan di Labuang Rano.
"Begitu juga dengan Paccumi dan Pallayur, yang biasa memulai aktivitas menjelang magrib. Sedangkan Paroppo berangkatnya jam 3 subuh hingga sampai waktu petang ia tunggui tenggelamnya matahari lalu pulang biasanya tiba di daratan sampai jam 9 ke atas," lanjutnya.
Menurut nelayan, jika rencana reklamasi itu berlanjut, maka mereka bakal mengalami kesulitan sebab aktivitas nelayan bakal saling bersikut dengan kapal-kapal milik perusahaan yang berukuran besar.
Selain itu, kekwatiran lain nelayan yakni menyangkut keselamatan jika sewaktu-waktu terlindas kapal perusahaan yang condong memiliki badan lebih lebar.
"Jika nanti pelabuhan perusahaan di dua desa yg ada di tapalang barat (Desa labuan Rano dan Desa Lebani) beroperasi, maka aktivitas nelayan akan terganggu. kapal-kapal ukurannya besar itu lajunya tidak mudah belok dan pada saat yg bersamaan saat nelayan sedang memanen ikan dengan alat tangkap tradisional nya, jika tidak segera berpindah tempat maka pasti akan tertabrak, tapi kalau nelayan berpindah maka ikan ingin ditangkap pasti sudah pindah," ujar Karno.
Sejak turun temurun, aktivitas nelayan di sepanjang pesisir Pantai Tappalang Barat Hingga Tanjung Kecamatan Simboro telah membudaya. Karno menuturkan jika hasil tangkap nelayan dahulunya sering jadi komoditas barter antara masyarakat pegunungan.
Kata Karno, ada rintihan jika budaya itu terputus karena reklamasi. Selain itu Karno memastikan jika Dermaga angkut itu berjalan akan mengurasi daya tangkap nelayan, selain itu nelayan juga akan mengeluarkan biaya lebih untuk mencari wilayah tangkap yang lebih jauh.
Tentu menurut Karno, hal itu sama saja dengan mematikan perekonomian bagi nelayan, tak semua nelayan punya kapal jarak jauh. Selain itu modal tangkap juga akan meningkat seiring jarak tangkap yang berdeser.
"Dari turun temurun nenek kami, nenek moyang kami sudah melakukan aktivitas tangkap disana. masyarakat dari gunung sering kali turun kepesisir membawa hasil panen kebun dan menunggui datangnya para nelayan. hasil panen itu ditukar dengan ikan, tapi sekarang sudah mulai berbeda biasanya masyarakat yg dari gunung langsung beli dengan uang tunai," ujar Karno, Senin (17/10/22).
Tentu menurut Karno hal itu sama saja dengan mematikan perekonomian bagi nelayan, tak semua nelayan punya kapal jarak jauh. Selain itu modal tangkap juga akan meningkat seiring jarak tangkap yang berdeser.
"Sayang sekali kalau para nelayan di pesisir pantai Tapalang Barat ini kehilangan pekerjaan hanya karena kepentingan perusahaan, bahkan bukan cuma nelayang yang di tapalang barat saja yang menangkap ikan disana kebanyakan juga ada nelayan yang dari Majene dan Polewali," Curahnya.
Editor : A. Rudi Fathir
Artikel Terkait