Tradisi Unik, Siturrunni To Mate di Seko

Gidion Pasande
Siturrunni To Mate di Seko (Doc Ist)

MAMUJU, iNewsMamuju - Seko merupakan kecamatan di wilayah pegunungan Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan.

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Seko masih terikat kuat dengan nilai-nilai adat yang mereka anut.

Tatanan hidup tidak hanya diatur oleh struktur pemerintahan formal, tetapi juga agama, dan norma-norma adat yang masih sangat kuat dijalankan di bawah koordinasi para pemimpin adat.

Secara karakteristik adat istiadat dan geografi, wilayah Seko terbagi atas 3 wilayah adat besar, yaitu Seko Padang, Seko Tengah, dan Seko Lemo.

Untuk wilayah Seko Lemo terdiri atas tiga desa, yaitu Tirobali, Beroppa, dan Malimongan. 

Seko Lemo adalah suatu komunitas masyarakat adat suku yang berada di dataran tinggi pegunungan yang disebut "Tokalekaju", berada pada ketinggian antara 1.800 - 2.000 mdpl, yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Kalumpang, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar).

To Lemo mempunyai beberapa tradisi unik yang sudah turun temurun dari nenek moyang mereka, salah satunya adalah "Siturunni To Mate".

Sekilas tentang narasi Siturrunni To Mate dalam perspektif To Lemo tradisional:

Siturrunni To Mate adalah tradisi sekaligus kearifan lokal masyarakat Seko Lemo, yang digelar pada saat mengusung mayat menuju peristirahatan terakhir liang lahat untuk dimakamkan atau dengan kata lain di kubur. 

Dalam pentasannya diperagakan dengan mengadu kekuatan antara kelompok satu dengan kelompok lainnya secara harisontal, kelompok dari arah liang di jukuki sebagai kelompok bombo (arwah) dan kelompok dari arah rumah si mati di sebut kelompok to lino (manusia).

Kedua kelompok saling mengadu kekuatan, biasanya jika kelompok To Lino kalah, semua penonton dengan spontan beteriak; natalo bombo! (dikalahkan oleh arwah) dan kelompok To Lino kembali membakar semangat dengan berteriak; lasule polepa raka! (Dia tidak akan kembali lagi).

 Adu kekuatan antara kedua kelompok akan berakhir ketika peti mayat sudah sampai di liang kubur.  

Biasanya kegiatan ini dilakukan di jalan raya atau di tanah lapang yang cukup luas di tengah kampung.

Dalam kegiatannya peserta tidak dibatasi. yang membatasi banyaknya orang adalah tandu tempat Peti mayat diletakkan, biasanya yang melakukan siturrun dominan adalah laki-laki, biasa juga ada wanita tetapi peran wanita biasanya dibatasi berhubungan kegiatan ini beresiko tinggi.

Selain menanamkan nilai - nilai kerjasama dan persatuan, secara filosofis kegiatan ini dimaknai sebagai bukti kasih dan kerinduan terhadap si mati, terlebih sebagian entitas solidaritas masyaraka Seko Lemo dan penghiburan bagi keluarga si mati saat dalam perjalanan menuju liang kubur. Bersambung...

 

Penulis: I Wayan Salam, Mahasiswa Program Pascasarjana Jurusan Kepemimpinan IAKN Toraja

Editor : Lukman Rahim

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network