Strategi Perang Sultan Agung Pangeran Sambernyawa Terbukti Ampuh, Pasukan VOC Kocar-kacir

Gidion Pasande
Pangeran Sambernyawa.Foto: Int

MAMUJU, iNewsMamuju.id -- Dalam memimpin pasukan atau rakyatnya  para pahlawan Nasional masing-masing mempunyai semboyan demi menyulut api semangat perjuangan.

Raden Mas Said atau Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I atau dikenal dengan Pangeran Sambernyawa juga, merupakan salah seorang pahlawan Nasional dengan semboyan Tiji Tibeh dalam menyemangati pasukannya. Tiji Tibeh adalah singkatan dari mati siji mati kabeh-mukti siji mukti kabeh, artinya mati satu mati semua makmur satu makmur semua.

Beliau (Raden Mas Said) adalah putera Kanjeng Pangeran Arya Mangkunegara dan Raden Ayu Wulan. RM Said dilahirkan di Kartasura pada tanggal 7 April 1725.

Pada usia dua tahun, Raden Mas Said harus rela kehilangan ayah tercinta yang dibuang Belanda ke Srilanka. Menginjak masa dewasa, RM Said dilantik sebagai abdi dalem dengan pangkat Mantri Gandek. Namun, lingkungan politik di dalam keraton tidak membuat beliau nyaman, Paku Buwana II semakin terpengaruh oleh kompeni, Keraton Kartasura lumpuh oleh Geger Pecinan tahun 1740. RM Said kemudian meninggalkan keraton, hidup bersama rakyat.

Raden Mas Said lalu menetap di Nglaroh, Wonogiri. Beliau membentuk pasukan yang terdiri dari pengikut setianya. Menariknya, para pengikut RM Said diberi nama semuanya berawalan Jaya, antara lain Jayawiguna, Jayautama, Jayaprabata dan sebagainya dengan harapan dalam peperangan akan selalu mendapatkan kemenangan atau kejayaan. Selama berada di Nglaroh, RM Said menggembleng pasukannya dan rakyat Nglaroh dengan latihan perang menaiki gunung, menuruni lembah dan jurang.

Perjuangan Raden Mas Said dilakukan selama 16 tahun (1749-1757). Tahun 1741-1742, RM Said memimpin pasukan Tionghoa melawan Belanda. Kemudian tahun 1743-1752 bergabung dengan Pangeran Mangkubumi melawan Mataram dan Belanda. 

Melalui Perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755 Belanda berhasil membelah bumi Mataram menjadi dua, yakni Surakarta dan Yogyakarta. Perjanjian itu sangat ditentang oleh RM Said karena telah memecah belah rakyat Mataram. Selanjutnya, tahun 1752-1757 RM Said bersama pasukannya berjuang melawan Pakubuwana III (Surakarta) dan Hamengkubuwana I (Yogyakarta) serta pasukan kompeni.

Kehebatan strategi perang Raden Mas Said bukan hanya dipuji pengikutnya tetapi juga disegani lawan. Pujian datang dari Gubernur Jawa, Baron van Hohendorff. Selain itu, pemimpin VOC di Semarang, Nicolaas Hartingh juga memuji strategi perang RM Said. Ia menjuluki RM Said Pangeran Sambernyawa. Itu karena di mata musuh-musuhnya, RM Said adalah penyebar kematian. Sambernyawa sendiri adalah nama pedang pusaka Mangkunegaran yang sakti dan tajam.

Pada saat itu tidak ada yang berhasil menyentuh bahkan menangkap Raden Mas Said. Melihat kenyataan itu, Nicholas Hartingh mendesak Sunan Pakubuwana III untuk meminta RM Said ke meja perundingan. Akhirnya, terjadilah perdamaian dengan Sunan Paku Buwono III yang dikenal dengan Perjanjian Salatiga tanggal 17 Maret 1757.

Jauh sebelum perang gerilya dijalankan TNI melawan penjajajah, Pangeran Sambernyawa telah menjalankan strategi perang gerilya. Ilmu perang Pangeran Sambernyawa itu adalah dhedemitan, weweludhan, dan jejemblungan. Dhedhemitan berasal dari akar kata dhemit yakni mahluk halus yang susah diraba, weweludan berasal dari akar kata welud artinya belut yang sangat licin untuk ditangkap sedangkan jejemblungan berasal dari kata jemblung artinya orang gila tidak punya rasa takut. Jadi, tidak menampakkan diri saat musuh terlihat kuat, menyerang ketika musuh lengah dan cepat dalam menyembunyikan diri. Strategi perang ini terbukti ampuh membuat pasukan VOC kocar-kacir.

Melalui strategi itu, Pangeran Sambernyawa selalu lolos dari kepungan pasukan VOC. Selain strategi perang yang brilian, Pangeran Sambernyawa juga menggunakan semboyan Tiji Tibeh untuk menyatukan dan membakar semangat pasukannya yang bergerilya dalam melawan dan mengusir kompeni. Intinya, Tiji Tibeh dapat dimaknai sebagai konsep kebersamaan antara seorang pemimpin dengan rakyat yang dipimpin maupun sesama rakyat. Sebuah konsep yang patut ditiru oleh pemimpin zaman sekarang.

Tahtik perang yang diterapkan Pangeran Sambernyawa dilanjutkan oleh Panglima Besar Jenderal Sudirman sewaktu beliau bergerilya saat melawan penjajah, hingga mengantarkan Indonesia meraih kemerdekaannya.

Editor : A. Rudi Fathir

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network