MAMUJU, iNewsMamuju.id -- Proyek pembangunan Bunker Linac Radioteraphy di RSUD Sulawesi Barat (Sulbar) yang menelan anggaran mencapai Rp19,4 miliar kini tengah menjadi sorotan publik. PT. Sultana Anugrah, kontraktor yang ditunjuk untuk mengerjakan proyek ini, ternyata memiliki catatan buruk dalam sejarahnya, yang mengangkat masalah serius mengenai integritas dan kualitas pekerjaan mereka.
Muhammad Kadafi Marikar, Direktur PT. Sultana Anugrah, beserta Andi Ilham Hatta Sulolipu, Kuasa Direksi perusahaan tersebut, tengah menghadapi tuntutan berat dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel). Keduanya dituduh terlibat dalam kasus dugaan korupsi terkait pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar dengan nilai proyek sekitar Rp22 miliar. Pada 2 Juni 2022, JPU menuntut mereka dengan hukuman penjara selama 10 tahun serta denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan, di samping kewajiban membayar uang pengganti atas kerugian yang timbul.
Kasus korupsi ini melibatkan 13 terdakwa lainnya, termasuk pejabat-pejabat di Kota Makassar yang juga menghadapi tuntutan pidana yang bervariasi, dari 3 tahun penjara hingga denda sebesar Rp100 juta. Tuntutan ini mencerminkan besarnya dugaan kerugian dan pelanggaran yang terjadi dalam proyek tersebut.
Sementara itu, proyek Bunker Linac Radioteraphy di RSUD Sulbar yang dikerjakan oleh PT. Sultana Anugrah mengalami sejumlah masalah serius. Pada 18 Desember 2023, proyek tersebut belum selesai dan mengalami keterlambatan akibat deviasi, terutama terkait dengan pintu bunker yang dipesan dari luar negeri. Proyek ini baru mencapai kemajuan 98 persen setelah pintu terpasang.
Namun, masalah semakin memuncak pada 6 Juli 2024, ketika plafon bunker ambruk. Insiden ini menimbulkan kekhawatiran publik terkait mutu dan kualitas bangunan yang belum difungsikan tersebut. Sekretaris Aliansi Pemantau Kinerja Aparatur Negara (APKAN) DPW Sulbar, Bahtiar Salam, mengkritik pihak-pihak terkait, terutama Bapeten, yang dinilai tidak memantau secara ketat mutu konstruksi saat proyek hampir selesai.
"Proyek ini harus diperiksa secara menyeluruh untuk menghindari kebocoran radiasi yang berbahaya bagi lingkungan sekitar. Pihak Bapeten seharusnya melakukan inspeksi saat proyek mencapai 80 persen agar dapat memastikan bahwa standar keselamatan dipenuhi," ujar Bahtiar Salam di Mamuju.
Bahtiar Salam juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah melayangkan surat kepada berbagai instansi terkait, seperti DLHD Sulbar, Bapeten, dan RSUD Sulbar, untuk meminta dokumen AMDAL, data tenaga ahli, serta hasil uji konstruksi dan operasi. Ia menegaskan pentingnya akses informasi terkait proyek ini untuk memastikan keselamatan publik.
"Jika tidak ada tanggapan dari pihak-pihak terkait, kami akan mengajukan keberatan ke Komisi Informasi Publik. Ini adalah langkah penting untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam proyek yang berdampak langsung pada kesehatan dan keselamatan masyarakat," tambahnya.
Kontroversi ini menggarisbawahi pentingnya pengawasan ketat dalam pelaksanaan proyek-proyek publik dan memastikan bahwa setiap kontraktor memenuhi standar kualitas serta etika kerja yang tinggi. Proyek Bunker Linac Radioteraphy di RSUD Sulbar kini berada di bawah pengawasan ketat, dan hasil penyelidikan berikutnya diharapkan dapat memberikan solusi serta mencegah kejadian serupa di masa depan.
Hingga berita ini diterbitkan, redaksi iNewsMamuju.id masih melakukan upayah Konfirmasi ke pihak RSUD Sulbar.
Editor : A. Rudi Fathir
Artikel Terkait