PASANGKAYU, iNewsMamuju.id – Layanan BPJS Kesehatan Pasangkayu kembali menjadi sorotan publik setelah adanya keluhan dari keluarga pasien terkait pengenaan denda rawat inap meskipun mereka sudah melunasi tunggakan iuran BPJS.
Wahab, keluarga pasien yang menjadi korban kebijakan ini, mengungkapkan bahwa dirinya telah melakukan pembayaran tunggakan BPJS senilai Rp 4.529.900 melalui layanan BRI Link. Namun, meskipun pembayaran tersebut sudah dilakukan, pihak BPJS Kesehatan Pasangkayu tetap mengenakan denda rawat inap kepada pasien yang bersangkutan.
“Kami sudah membayar tunggakan, tapi masih dikenakan denda rawat inap. Ini sangat membingungkan,” ujar Wahab dengan nada kecewa saat dikonfirmasi oleh awak media pada Kamis (6/3/2025) pagi.
Menurut Wahab, pihaknya merasa dirugikan karena sudah memenuhi kewajiban pembayaran iuran BPJS, tetapi masih diperlakukan demikian. Pembayaran yang dilakukan pada layanan BRI Link seharusnya sudah cukup untuk menghindari denda tersebut, namun kenyataannya tetap dikenakan biaya tambahan untuk rawat inap.
Menanggapi hal ini, Kepala BPJS Kesehatan Pasangkayu, Lutfi, memberikan penjelasan bahwa kebijakan denda rawat inap merupakan aturan yang berlaku di BPJS. Namun, pernyataan ini tidak sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Wahab, yang telah melunasi tunggakan sesuai prosedur.
“Denda rawat inap adalah bagian dari kebijakan yang berlaku. Tapi tentu saja kami akan melakukan evaluasi lebih lanjut terkait situasi ini,” jelas Lutfi.
Kejadian ini kembali memicu pertanyaan masyarakat mengenai kualitas pelayanan BPJS Kesehatan di Pasangkayu. Banyak warga yang merasa kebijakan terkait denda rawat inap ini kurang transparan dan tidak konsisten, terutama ketika sudah ada bukti pembayaran iuran yang sah.
Para pasien dan keluarga berharap agar BPJS Kesehatan Pasangkayu dapat segera memberikan penjelasan yang lebih jelas mengenai kebijakan denda ini serta meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, mereka juga meminta adanya transparansi yang lebih baik dalam hal pengenaan denda agar tidak ada lagi kesalahpahaman yang merugikan pasien.
Editor : A. Rudi Fathir
Artikel Terkait