Carut-Marut Status Hutan Lindung di Mamuju, KAI Sulbar Desak Pemerintah Bertindak

MAMUJU, iNewsMamuju.id – Polemik seputar kawasan Hutan Lindung (HL) di Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), khususnya di Kabupaten Mamuju, kembali mencuat dan menjadi perhatian serius di kalangan praktisi hukum. Persoalan ini disorot langsung oleh Dewan Pimpinan Daerah Kongres Advokat Indonesia (DPD KAI) Sulbar yang menilai kurangnya kejelasan dan transparansi pemerintah terhadap batas-batas HL telah merugikan masyarakat.
Ketua DPD KAI Sulbar, Andi Toba, SH, mengungkapkan bahwa saat ini banyak lahan milik masyarakat yang telah memiliki sertifikat resmi, namun secara administratif masih berada dalam kawasan HL. Kondisi ini menurutnya sangat merugikan warga, terutama karena mayoritas masyarakat tidak memahami aturan hukum terkait kawasan hutan.
“Masyarakat kita tidak paham soal hukum dan aturan HL, terlebih lagi tentang batas-batas HL. Maka dari itu, dibutuhkan transparansi pemerintah terhadap batas-batas HL di Sulbar, khususnya di Mamuju,” kata Andi Toba.
Ia juga menyoroti fakta bahwa laju pembangunan di Sulbar sudah cukup pesat, namun kerap terhambat oleh status kawasan HL yang mengelilingi wilayah tersebut. Oleh karena itu, menurutnya, solusi jangka panjang harus melibatkan kehadiran aktif pemerintah serta seluruh pemangku kepentingan, termasuk penegak hukum.
“Berbicara HL, maka itu menjadi isu dunia. Jadi, bila kita ingin membahas tentang HL, maka saya rasa solusinya cuma satu, kehadiran pemerintah dengan melibatkan seluruh stakeholder, khususnya penegak hukum, dalam mencari solusi terbaik agar tidak ada lagi masyarakat kita berhadapan dengan hukum karena lahannya masuk HL meski sudah bersertifikat,” lanjutnya.
Sementara itu, praktisi hukum lainnya, Simon, menambahkan bahwa masalah HL merupakan isu global yang telah memiliki aturan ketat demi menjaga kelestarian lingkungan dan paru-paru dunia. Meski demikian, ia menilai perlu adanya pendampingan hukum bagi warga yang terdampak.
“Salah satu langkah yang harus diambil adalah mendampingi masyarakat demi mendapatkan kepastian hukum terhadap lahannya yang bersertifikat namun masuk dalam wilayah HL,” ujarnya.
Persoalan ini dinilai mendesak dan memerlukan perhatian lintas sektor agar tidak menimbulkan konflik hukum yang berkepanjangan serta kerugian bagi masyarakat.
Editor : A. Rudi Fathir