MAMUJU, iNewsMamuju.id -- Mengawali tulisan ini saya rasanya ingin langsung 'ngegas' mengatakan ragu pada integritas penyelenggara Pemilu yang dibentuk untuk pesta demokrasi Indonesia saat ini.
Betapa tidak, sejak awal seleksi sudah meragukan, terutama untuk anggota KPU dan Bawaslu di tingkat Provinsi dan Kabupaten yang penuh dengan drama dan sarat permainan.
Ada beberapa poin yang membuat ragu pada integritas penyelenggara Pemilu: Pertama, kehadiran tim seleksi (timsel) KPU dan Bawaslu tingkat Provinsi dan Kabupaten yang dibentuk secara senyap tanpa transparansi. Ini jelas dapat memberikan peluang titip-menitip dan deal-deal kepentingan yang dapat merusak independensi dan objektivitas proses seleksi.
Kedua, adanya perseteruan kepentingan ormas-ormas dalam rekrutmen yang juga mengurangi integritas seleksi karena penilaian sangat mungkin berdasarkan subjektifitas perkoncoan ormasisme. Kemudian ketiga tentang intrik partai politik atau tokoh-tokoh politik tertentu dalam proses seleksi yang sangat mungkin merusak objektifitas seleksi.
Maka tidak heran jika kemudian muncul beragam masalah di setiap rekrutmen penyelenggara Pemilu. Misalnya soal ketidakjelasan instrumen penilaian, keberpihakan anggota timsel, nepotisme, hingga lolosnya nama-nama eks tim sukses calon kepala daerah yang jelas afiliasi politiknya.
Ini tentu saja mengurangi keyakinan publik terhadap integritas proses seleksi yang akhirnya juga meragukan hasil seleksi. Padahal masa depan demokrasi terutama Pemilu diletakkan di tangan para penyelenggara.
Menurut penulis, setidaknya ada tiga dampak negatif jika rekrutmen penyelenggara Pemilu dilakukan tidak berintegritas:
1. Kurangnya kepercayaan publik
Jika proses rekrutmen tidak transparan dan adil, masyarakat akan meragukan integritas anggota KPU dan Bawaslu. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya kepercayaan publik terhadap hasil Pemilu dan melemahkan legitimasi demokrasi.
2. Potensi pelanggaran dan kecurangan
Jika anggota KPU dan Bawaslu tidak dipilih berdasarkan kualifikasi dan integritas yang baik, ada risiko bahwa mereka dapat terlibat dalam pelanggaran atau kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu. Ini dapat merusak integritas dan keadilan Pemilu.
3. Ketidaknetralan
Rekrutmen yang tidak berintegritas dapat mengakibatkan anggota KPU dan Bawaslu tidak menjaga netralitas dalam menjalankan tugasnya. Mereka dapat terpengaruh oleh kepentingan politik atau pihak-pihak tertentu, yang dapat merugikan proses Pemilu.
Maka untuk menghindari hal-hal tersebut, penting untuk menjalankan proses rekrutmen anggota KPU dan Bawaslu dengan prinsip-prinsip integritas, transparansi, dan adil. Proses seleksi harus didasarkan pada kualifikasi yang jelas dan objektif, serta melibatkan pihak-pihak independen untuk mengawasi dan memastikan integritasnya.
Sejatinya, perlu ada upaya untuk memastikan bahwa Timsel memiliki integritas yang kuat dan bekerja secara independen tanpa adanya campur tangan politik atau pihak-pihak tertentu yang dapat menggerus kejujuran seleksi penyelenggara Pemilu.
Penting mendorong agar penyelenggaraan Pemilu lebih transparan dan kredibel, dimulai dari rekrutmen Timsel yang harus dilakukan secara terbuka dan seleksi calon komisioner yang lebih cermat untuk menghindari segala potensi kecurangan. Tidak boleh lagi penilaian dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi.
Maka nilai-nilai peserta harus dipampang dan bisa dibaca secara real time agar semua orang bisa melihat dan mengukur kualitas peserta. Sementara untuk penilaian wawancara seharusnya dilakukan melalui forum praktis dengan melibatkan timsel dan seluruh peserta.
Penilaian wawancara harus memiliki instrumen yang jelas agar tidak menilai berdasarkan perasaan atau like dislike. Dengan cara ini diharapkan integritas penyelenggara Pemilu dapat dihasilkan dan dipertahankan sehingga masyarakat memiliki kepercayaan yang lebih baik terhadap proses demokrasi di negara ini.
Oleh: Harmegi Amin
(Pengamat Pemilu/Eks Anggota JPPR Sulbar)
Editor : A. Rudi Fathir
Artikel Terkait