MAMUJU, iNewsMamuju.id - Sawit Indonesia merupakan penyumbang Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia dengan produksi 50 juta ton produksi per tahun. Hal itu membuat produksi CPO Indonesia Surplus karena kebutuhan dalam negeri hanya mencapainya 10 juta ton per tahun.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi IV DPR-RI, Suhardi Duka dalam Bimbingan Teknis dan Expo "Sawit Baik Indonesia 2022" dengan tema "Komoditas Kelapa Sawit Sebagai Penggerak Ekonomi Rakyat" yang diselenggarakan di Hotel Maleo, Kota Mamuju, Kamis (13/10/22).
Menurut politisi partai Demokrat itu, dengan produksi sebesar itu, maka Indonesia harus menjaga berbagai isu yang dapat menyudutkan komoditas CPO Indonesia.
Ia menyebut, saat ini CPO sawit Indonesia memiliki banyak pesaing, tersamasuk minyak nabati lainnya dari berbagai negara seperti minyak kedelai dan bunga matahari. Terlebih saat ini Eropa dan beberapa negara menuding sawit Indonesia dengan kerusakan lingkungan.
"Indonesia harus meminimalisir tuduhan eropa, karena memang ada fakta di Indonesia 3,5 juta hekta lahan sawit milik rakyat dan korporasi menerobos hutan lindung. Ini harus clear, agar lahan sawit lepas dari dari kawasan hutan. sehingga antara kepentingan kepentingan lingkungan hidup berkelanjutan dan kepentingan ekonomi bisa sejalan, jangan sampai kepentingan ekonomi merusak lingkungan,” kata Suhardi Duka.
Menurut legislator Daerah Pemilihan (Dapil) Sulawesi Barat itu, saat ini DPR meminta pemerintah tidak lagi menerbitkan ijin pembukaan lahan sawit baru untuk korporasi, dikerenakan penguasaan lahan sangat masif yang berakibat kesenjangan kepemilikan lahan antara perusahaan besar dan rakyat.
"Kami minta di moratorium dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengelolahnya. Kondisi sekarang antara sawit rakyat dan perusahaan tingkat produktifitasnya berbeda, karena tingkat kemampuan mengelolah rendah, baik pengetahuan maupun modal, bahkan infrastrukturnya,” ujar Suhardi Duka.
Disisi lain kata Suhardi Duka, untuk mengurangi ketergantungan CPO Indonesia pada pasar global. Pemerintah harus serius menggodok program penggunaan CPO menjadi bahan baku B20 (pencampuran 20% bahan bakar nabati dengan 80% bahan bakar solar) dan B30 (pencampuran 30 bahan bakar nabati dengan 70% bahan bakar solar), yang diharapkan bisa mencapai B100 dimasa depan.
"Tapi dengan harga sawit yang fluktuatif sekarang ini mencapai 2.000 itu cukup baik, saat masuk di DPR harganya hanya mencapai Rp600. Kita ingin harga sawit tidak terpengaruhi pasar dunia tapi tergantung kemampuan Indonesia, sehingga sekarang ada program pemerintah B20 dan B30, bahkan ditingkatkan hingga mencapai B50 sehingga produksinya CPO bisa diserap dalam negeri," jelasnya.
Sementara Bupati Mamuju, Sutinah Suhardi mengungkapkan, pengembangan kelapa sawit sebagai salah satu komoditas unggulan di Mamuju perlu mendapat atensi khusus melalui penguatan sumber daya petani lewat bimbingan teknis.
Melihat itu, Bupati Mamuju menyebut ada potensi peningkatan potensi lahan sawit di empat Kecamatan di Mamuju, Yakni Tommo, Bonehau, Papalang dan Sampaga.
"Kami telah melakukan intervensi khusus dengan sejumlah program, sebagai upaya pengembangan perkebunan kelapa sawit yang saat ini masih terkonsentrasi di Kecamatan Bonehau dan Tommo," katanya.
Siti Sutinah, mengatatakan keberadaan Badan Penggelolaan Keuang Kelapa Sawit (BPKKS) selama dua tahun terakhir memberikan dampak pada pengembangan sumber daya pada petani dan kelompok tani. Ia berharap program itu dapat berlanjut untuk pengembangan potensi maksimal bagi kelompok dan petani sawit di Mamuju.
"Hal ini tentu kita harapkan juga dapat dilanjutkan di kemajuan perkebunan kelapa sawit yang memang saat ini kembali bergairah dengan membaiknya standar harga yang telah mencapai Rp 2.000 lebih perkilogram, dan kedepannya semoga semakin naik bisa mencapai Rp. 4000," pungkas Sutinah.
Kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) dan Expo ‘Sawit Baik Indonesia 2022’ di Mamuju itu, juga dihadiri via zoom oleh Direktur Utama BPKKS Eddy Abdurrachman, Ketua Prodi Agribisnis Universitas Muhammadiyah Mamuju, Abdul Halim, dan ratusan peserta dari berbagai kelompok dan petani sawit di Sulawesi Barat.
Editor : A. Rudi Fathir