Jumlah penduduk Sulawesi Barat yang masih dikategorikan miskin masih lebih tinggi dari 10 Persen. BPS mencatat, di tahun 2023 sebanyak 164,14 Ribu jiwa penduduk di Provinsi Sulawesi Barat berada di level kemiskinan.
Dari Susenas yang dilakukan BPS periode Maret 2019-2023 diperoleh data tentang jumlah penduduk miskin pada tahun 2019 sebesar 151,40 Ribu jiwa. Mengalami peningkatan hingga 165,72 Ribu jiwa pada tahun 2022.
Dari catatan BPS, 165,72 Ribu jiwa itu jadi angka penduduk miskin tertinggi selama lima tahun terakhir. Naik 8,53 Ribu jiwa dibanding tahun 2021.
Penurunan jumlah penduduk miskin terbesar terjadi pada tahun 2023, dimana jumlah penduduk miskin tahun 2023 berkurang 1,58 Ribu jiwa dibandingkan tahun 2022. Dalam rekomendasinya, BPS menilai Kinerja penurunan jumlah penduduk miskin yang signifikan pada tahun 2023 itu perlu dipertahankan, bahkan ditingkatkan dengan didukung program-program pengentasan kemiskinan yang tepat untuk jangka panjang.
Selain poin rekomendasi di atas, satu hal yang bagi saya luput dari perhatian kita semua adalah tentang peran nyata dari pemerintah Provinsi Sulawesi Barat. Dari apa yang saya simak, 'tangan-tangan' pemerintah provinsi belum menyentuh dengan erat enam kabupaten yang ada di 'jazirah Mandar' ini.
Pemerintah provinsi, dalam pengamatan saya selama ini, masih mengambil peran seolah seperti pemerintah kabupaten ke-tujuh. Padahal idealnya, yang punya wilayah secara otonom adalah pemerintah kabupaten; provinsi 'sekadar' sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah.
Kenapa tidak pemerintah provinsi memberi ruang yang seluas-luasnya kepada pemerintah kabupaten untuk mengidentifikasi persoalan di masing-masing daerah, merencanakan solusinya, sekaligus berperan sebagai eksekutor utama dalam menuntaskan seabrek permasalahan itu. Tentu dengan menjadikan kekhasan masing-masing wilayah sebagai pijakan utamanya.
Dengan hadirnya pemerintah provinsi secara nyata di masig-masing kabupaten, Saya optimis gerak akselerasi pembangunan di Sulawesi Barat bisa dipacu dengan lebih cepat lagi. Secara bersamaan, masalah-masalah seperti angka kemiskinan, stunting, defisit anggaran di kabupaten, serta deretan pekerjaan rumah lainnya bisa kita selesaikan.
Kongkretnya seperti ini. Pertama, anggaran pembangunan, berapapun besarannya itu akan dibagi secara merata ke masing-masing kabupaten. Semua kabupaten memperoleh besaran anggaran pembangunan yang sama. Kedua, anggaran yang diberikan ke kabupaten yang berbasis ada pada luas wilayah, jumlah penduduk, serta persoalan tertentu di masing-masing wilayah kabupaten.
Mesin birokrasinya kita perbaiki. Pemanfaatan anggarannya mengedepankan prinsip 'spending better'. Artinya, relokasi anggarannya mestilah efisien, efektif, berbasis prioritas, transparan dan akuntabel. Jadi, meski jumlahnya tak begitu besar, jika digunakan secara berkualitas dan tepat sasaran, masyarakat akan merasakan dampak positifnya.
Oleh: Suhardi Duka
Editor : Lukman Rahim