MAMUJU, iNewsMamuju.id — Di saat konflik bersenjata di Papua kerap disikapi dengan moncong senjata dan operasi militer, sebuah kisah langka justru lahir dari jalan sunyi yang penuh keberanian moral. Tanpa letusan peluru, tanpa barisan pasukan tempur, Kombes Pol Ferdyan Indra Fahmi menorehkan sejarah: menaklukkan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dengan pendekatan damai, humanis, dan bermartabat.
Ferdyan bukan sekadar penegak hukum. Ia adalah potret perwira Polri yang membuktikan bahwa kekuatan sejati negara bukan hanya pada senjata, tetapi pada hati dan ketulusan. Kini, sosok yang dikenal sebagai “penakluk hati KKB” itu mengemban amanah baru sebagai Kapolresta Mamuju, berdasarkan Surat Telegram Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo Nomor: ST/2781/XII/Kep/2025 tertanggal 15 Desember 2025, yang ditandatangani Asisten SDM Mabes Polri Irjen Pol Dr. Anwar.
Kisah monumental itu bermula pada awal 2020, saat Ferdyan masih menjabat Kapolres Kepulauan Yapen. Papua kala itu berada dalam pusaran konflik. Laporan intelijen (jasus) mengungkap aktivitas KKB di Distrik Kosiwo yang melakukan pemerasan bersenjata dan mengancam stabilitas keamanan wilayah.
Namun alih-alih menggelar operasi penindakan bersenjata, AKBP Ferdyan—pangkatnya saat itu—memilih filosofi luhur Jawa: ngelurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake. Menyerang tanpa pasukan, menang tanpa merendahkan.
“Saya memilih pendekatan kekeluargaan. Menang tanpa harus melukai,” ujar Ferdyan mengenang keputusan berisiko tersebut.
Selama hampir sebulan, timnya tidak memburu target, melainkan memetakan hati. Siapa yang bisa menjadi pintu masuk menuju pimpinan KKB Yapen, Noak Orarei. Celah itu akhirnya ditemukan melalui lingkar terdekat Noak: sang istri dan kakak kandung.
Pendekatan awal penuh tantangan. Rumah sering kosong, komunikasi tertutup, dan kecurigaan menguat. Namun Ferdyan tidak mundur. Ia memerintahkan anggotanya terus hadir sebagai tamu—membawa kebutuhan pokok, membantu keluarga tanpa pamrih. Perlahan, tembok ketakutan runtuh oleh ketulusan.
Dari sanalah fakta memilukan terungkap. Selama lima tahun, Noak nyaris tak pernah bertemu keluarganya. Anak lahir tanpa kehadiran ayah. Hidup di hutan tanpa masa depan, tanpa kepastian.
Dialog pun dimulai.
“Saya tawarkan restorative justice. Catatan kriminal dihapus jika kembali ke pangkuan NKRI,” ungkap Ferdyan.
Keraguan sempat menyelimuti Noak. Namun dukungan sang kakak menjadi kunci. Komunikasi berlanjut hingga Ferdyan berbicara langsung dengan Noak melalui sambungan telepon.
“Ya, saya hapus catatan kriminalmu,” ucap Ferdyan dengan keyakinan penuh.
Kesepakatan tercapai. Pertemuan langsung disepakati—tanpa senjata, tanpa pasukan. Waktu dan lokasi ditentukan sepenuhnya oleh Noak. Sebuah keputusan yang sarat risiko, namun mencerminkan keberanian luar biasa.
Selasa malam, 16 Maret, pukul 21.30 WIT, di sebuah warung sederhana di perbatasan Kepulauan Yapen, sejarah ditulis. Ferdyan datang hanya dengan kemeja kotak cokelat dan niat tulus. Kehadiran istri dan kakak Noak menjadi sinyal kuat: ini bukan jebakan.
Saat Noak muncul dengan kaos hitam dan celana pendek, suasana mencair. Senyum, tawa, dan pelukan keluarga menjadi saksi runtuhnya konflik bertahun-tahun.
“Saya angkat dia sebagai adik,” kata Ferdyan.
Janji itu bukan simbolik. Ferdyan memikul tanggung jawab moral—membantu Noak memulai hidup baru, mendapatkan pekerjaan, dan masa depan yang bermartabat.
Tak lama berselang, Noak resmi menyerahkan diri ke Polres Kepulauan Yapen. Dua pucuk senjata api rakitan dan 15 butir amunisi diserahkan. Dengan mata berkaca-kaca, ia mencium Sang Merah Putih—simbol kembalinya seorang anak bangsa ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Keberhasilan itu menular. Empat simpatisan KKB lainnya—Paul Wondiwoi, Yames Wondiwoi, Yusup Takuyata, dan Stefanus Woriasi—ikut kembali. Empat senjata rakitan dan belasan amunisi turut diserahkan.
“Kami membuka tangan selebar-lebarnya. Mereka adalah keluarga,” tegas Ferdyan.
Kini, setelah sebelumnya bertugas sebagai Widyaiswara Madya Sespim Lemdiklat Polri, Kombes Pol Ferdyan Indra Fahmi resmi menggantikan Kombes Pol Ardi Sutriono yang dimutasi sebagai Auditor Sispamobvitnas Madya Baharkam Polri.
Kisah Ferdyan adalah pesan kuat bagi Indonesia: bahwa damai bisa diraih tanpa senjata, dan kemanusiaan tetap menjadi fondasi utama penegakan hukum. Sebuah teladan kepemimpinan yang tak hanya menjaga keamanan, tetapi juga memulihkan harapan.
Editor : A. Rudi Fathir
Artikel Terkait
