MAMUJU, iNewsMamuju.id - Rencana pengembangan food estate oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Barat (Sulbar) di Desa Bambu, Kabupaten Mamuju, tuai kritik mahasiswa.
Program pemerintah tersebut dinilai sangat tergesa-gesa, mengingat jumlah lahan yang dibutuhkan tidak sedikit.
"Pertimbangan dulu, rencana pelaksanaan food estate di atas lahan seluas 250 hektar tidak semerta-merta bisa dibangun begitu saja," ungkap Sekretaris PMII Mamuju, Ongki Prayudi kepada iNewsMamuju.id, Kamis (21/3/2024).
Pihaknya juga menduga, lahan yang akan digunakan masuk dalam kawasan hutan lindung Sulawesi.
Kata Ongki, hal itu berarti akan dilakukan alih fungsi secara besar-besaran.
"Apakah pihak pelaksana program terkait sudah meninjau baik-baik aturan yang ada, seperti Peraturan Daerah (Perda),Rencana Tata Ruang (RTRW)," ujar Ongki.
"Atau memperhatikan peta kawasan hutan di daerah, jangan sampai program ini justru bertentangan dengan regulasi yang ada," tambahnya.
Selain itu, PMII Mamuju juga mempertanyakan terkait pertimbangan akademis kelayakan lokasi lahan pertanian yang ditetapkan.
"Guru Besar IPB University, Dwi Andreas menyebutkan penyebab proyek food estate pemerintah selalu gagal di setiap era karena selalu mengabaikan hal tersebut," sebutnya.
Ongki menegaskan, pihaknya meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Mamuju agar bisa meninjau lebih dalam sekaligus mengawasi program food estate di Kabupaten Mamuju.
"Jangan sampai semangat program ini bukan menghasilkan stock pangan yang baik tapi justru malah merusak lingkungan dan merugikan masyarakat setempat khususnya petani lokal," tegas Ongki.
PMII Mamuju membuka ruang aduan untuk warga yang tinggal dan hidup di sekitar lokasi program food estate jika ada hal yang dirasa merugikan.
Editor : Zuajie
Artikel Terkait
