WNA Korsel Ditangkap karena Tambang Pasir Ilegal, Terancam 10 Tahun Penjara Denda Rp7,5 Miliar

Ilu
Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani saat konferensi pers terkait penangkapan WNA asal Korsel. Foto: Lukman Rahim

MAMUJU, iNewsMamuju.id - Warga Negara Asing (WNA) asal Korea Selatan berinisial YKY diancam hukuman 10 tahun penjara dan denda 7,5 milliar. Ia diduga pelaku sekaligus pemodal penambangan pasir tanpa izin di kawasan Hutan Lindung (HL) Desa Lariang, Kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Pasangkayu, Sulbar. 

Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, mengatakan YKY telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Polda Sulawesi Barat. 

"Tersangka dijerat dengan Pasal 78 ayat 3 Jo Pasal 50 ayat 2 huruf a Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah dengan Pasal 36 Angka 17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang Jo Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman paling lama 10 tahun penjara dan denda Rp. 7,5 milliar," kata Rasio, Kamis (5/9/2024). 

Rasio menegaskan bahwa penindakan terhadap tambang ilegal ini dilakukan untuk menghentikan perusakan Kawasan Hutan Lindung. Ekosistem Mangrove, serta Daerah Aliran Sungai. 

Kawasan Hutan Lindung, ekosistem Mangrove serta Daerah Aliran Sungai, kata Rasio, sangat penting untuk mencegah erosi dan abrasi, habitat berbagai satwa, nursery grown bagi udang. kepiting, dan ikan, serta mengendalikan pencemaran dari daratan yang masuk ke perairan. 

Rasio mengatakan, kegiatan tambang ilegal untuk mendapatkan keuntungan dengan merusak lingkungan, merugikan negara, dan mengancam kehidupan masyarakat yang dilakukan oleh Tersangka YKY merupakan kejahatan serius. 

"Perlindungan ekosistem mangrove merupakan program prioritas dan komitmen pemerintah. Untuk itu, Tersangka YKY harus dihukum maksimal agar ada keadilan, dan ada efek jera, serta menjadi pembelajaran," katanya. 

Ia memastikan telah perintahkan penyidik untuk terus mengembangkan pengungkapan kemungkinan keterlibatan pihak lain, termasuk pelaku-pelaku lain yang terlibat. 

"Kami berkomitmen untuk mengungkap seluruh jaringan kejahatan dari Tersangka YKY, termasuk menelusuri aliran dana dari kejahatan tambang ilegal ini melalui koordinasi dengan PPATK," ungkapnya. 

"Saya juga memerintahkan penyidik untuk menerapkan penyidikan pidana berlapis (multidoor) baik terkait penyidikan tindak pidana pencucian uang, serta tindak kejahatan lingkungan hidup berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," tambah Rasio Ridho Sani."

Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun menjelaskan, penanganan kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang melaporkan adanya aktivitas penambangan pasir ilegal di kawasan Hutan Lindung. 

Merespons laporan tersebut, Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi telah melakukan desk analisis dan melakukan gelar kasus pada awal Agustus 2024. 

Setelah itu Tim Operasi Gabungan untuk melakukan investigasi dan penindakan. Tim Operasi Gabungan menemukan bukti kuat adanya kegiatan penambangan dan penyimpanan (stockpile) ilegal di lokasi, serta berhasil mengamankan 8 alat berat/alat pengangkut yang digunakan dalam operasi ilegal tersebut. 

Sejumlah barang tersebut, selanjutnya tim operasi mengevakuasi dan mengamankan di Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat.

"Hasil pemeriksaan lebih lanjut terhadap YY pengawas lapangan, mengungkap bahwa aktivitas penambangan ilegal tersebut telah berlangsung sejak tahun 2023, dengan YKY sebagai pemodal utama. Selain sebagai investor, YKY juga aktif mengawasi kegiatan penambangan di lapangan," ungkap Aswin.

Editor : Lukman Rahim

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network