MAMUJU, iNewsMamuju.id - Angka Stunting di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2022 masih belum menunjukkan penurunan, tercatat Sulbar urutan kedua tertinggi di Indonesia. Untuk penanganannya, anggaran Rp27 miliar di BKKBN yang bersumber dari DAK 2022 digelontorkan dan mendapat sorotan dari LBH Kesehatan Manakarra.
Kepala BKKBN Sulbar Nuryamin menjelaskan, anggaran Rp27 miliar tersebut tidak melekat di BKKBN Sulbar tapi di kelola Pemerintah Kabupaten, dengan berdasarkan petunjuk tekhnis.
Anggaran tersebut langsung dari Kementrian BKKBN, koordinasinya antara pusat dengan Pemerintah Daerah.
"Dana yang ditransfer (Kementrian) BKKBN ke mereka (Pemerinta Kabupaten), ke Pemda. Dan itu juga uang (Rp.27 miliar) ada petunjuk teknisnya," kata Nuryamin di kantor BKKBN Sulbar. Jumat kemarin.
"(Dana) Tidak singgah (di BKKBN Sulbar), ini dana langsung dari pusat, jadi koordinasinya itu antara Pemda dalam hal ini OPD KB. OPD KB itukan bukan organisasi dibawah saya, dia mitra saya," Sambung Nuryamin yang diwawancara diruang kerjanya.
Nuryamin mengatakan, anggaran DAK Rp27 miliar tersebut terbagi untuk 6 Kabupaten di Sulbar.
"DAK 27 miliar ini dibagi enam kabupaten tahun 2022 kemarin," jelasnya.
Dalam penggunaan, anggaran 27 miliar di pakai untuk penanganan stunting termasuk diantaranya belanja BKB Kit Stunting, Sosialisasi hingga membiayai tim pendamping keluarga sebanyak 953 tim.
"(Anggaran khusus) Stunting, tapi stunting itu banyak itemnya. Ada berupa sosialisasi ada berupa rapat. BKKBN dikasih amanah, anggaran Rp27 miliar itu satu, anggaran untuk beli BKB Kit Stunting. Jadi teman-teman opd belanjakan sesuai dengan kelompok BKB yang ada. Ada dipakai untuk membiayai tim pendamping keluarga, itu 953 tim," Jelas Nuryamin kepada iNewsMamuju.id
Tim pendamping keluarga sebanyak 953 tim yang beranggotakan dari unsur PKK, unsur bidang desa, dan unsur kader BKKBN yang berada dilapangan. Tim bertugas untuk mendampingi keluarga yang beresiko stunting, seperti ibu hamil, ibu menyusui, ibu punya bayi dibawah 2 tahun (baduta), dan calon pengantin.
"Ini bekerja, mendampingi keluarga-keluarga beresiko stunting," ungkap Nuryamin.
Selain itu, anggaran 27 miliar digunakan untuk loka karya mini tingkat kecamatan. Dalam satu kecamatan dilakukan sebanyak 12 kali.
"Jadi ini juga dana 27 miliar untuk biaya rapat-rapat. Ada yang namanya lokakarya mini. Lokakarya mini kita berikan setiap kecamatan, 12 kali kita kasih perkecamatan pertemuan, supaya ajang evaluasi, ajang konsolidasi, ajang intropeksi diri bagi kecamatan, diundanglah orang, biaya transpornya, dan biaya lain, termasuk belanja kit-kit stunting," terang Nuryamin.
Sorotan terhadap gelontoran anggaran yang cukup tinggi namun Sulbar masih tercatat peringkat ke 2 tertinggi di Indonesia soal stunting, Nuryamin menegaskan bahwa cita-cita untuk menurunkan angka stunting tidak tergantung pada anggaran yang besar, tapi tergantung pada komitmen bersama.
"Biar juga anggarannya banyak, kan rata-rata sekarang kan, seolah-olah anggaran menyelesaikan segala-galanya. Tapi keliru, anggaran tidak menjadi tolak ukur, yang menjadi tolak ukur adalah komitmen," tegas Nuryamin.
"Saya optimis, stunting ini akan turun. Karena saya heran, kenapa bisa anggaran turun, stunting malah naik, disitu bisa ngambil kesimpulan bahwa anggaran bukan menjadi tolak ukur," lanjutnya.
Editor : A. Rudi Fathir
Artikel Terkait